24 Februari 2011

Padamu Putra Papua Kami Berharap


Oktovianus Maniani dan Titus Bonai, terlihat
dominan saat Timnas Indonesia menjamu Turkmenistan
pada leg 1 Pra Olimpiade di stadion Jakabaring Palembang. Titus adalah nama baru di Timnas, tetapi anak muda dari Papua ini sempat memukau khalayak
pencinta bola Indonesia, saat sodokan tumitnya membuka gol cantik pada menit ke 13’, di babak pertama.
Titus, memanfaatkan eksekusi tendangan bebas
Okto, yang juga adalah sama berasal di bumi cenderawasih. Okto, bukan nama baru. Pemain muda bertalenta ini, telah bersinar di piala AFF kemarin. Okto, juga menjadi andalan di klub Sriwijaya FC, sehingga sempat seolah terjadi perebutan terhadapnya antara Alfred Riedl, yang lagi memingitnya di Timnas U-23 dan pelatih Ivan Kolev yang berharap Okto tetap membela Sriwijaya FC.

Tim Garuda kalah 1-3 dari the green man, julukan timnas Turkmenistan, itu
kenyataan. Gol Amanov, Alexander dan vahyt membawa pil pahit bagi Timnas meraih
kemenangan di kandang sendiri. Walau demikian,
Kekalahan itu tetap tidak bakal membawa diri ini, lantas mencibir apalagi mencela asuhan pelatih Alfred Riedl ini. Memang, Riedl terkesan seolah masih menjadikan Yongki Aribowo dkk, seperti sebuah eksprimen. Masih
mencari pola jitu meramu skuad merah putih, tetapi usahanya tidak bisa dibilang sia-sia.
Empat kali ancaman ke gawang lawan, di babak kedua dengan keberanian dan keahlian men-dribbling bola, seolah saya dipertontonkan pola main tarian samba ala Brasil.

Adalah Okto dan Titus sang mutiara Hitam dari Papua, mencipta ke empat peluang itu. Okto, seperti Robinho yang kecil dan lincah dan Titus ibarat Ronaldinho sang
penerobos. Pengandaian ini mungkin berlebihan, tetapi setidaknya itulah harapan.

Okto, memang sepertinya dijadikan andalan sang pelatih. Pemain bertubuh mungil dan kadang lucu dengan tawa cengirnya ini, bolak balik ke depan dan ke belakang.
Menyusur lapangan di sayap kiri, dan kadang mengibaskan sayapnya ke tengah mengatur
serangan. Keberaniannya
baku hantam dengan pemain jangkung,
berbuah tusukan lutut di kepalanya yang sempat membuatnya puyeng.
Okto, tetap bangkit dan memberi spirit petarung pada kawan setimnya.

Skill Individu Tim Garuda, masihlah di atas dari tim tamu Turkmenistan,
setidaknya para pemain depannya. Pertahanan
Timnas U-23 ini, juga kokoh sebelum dua gol di menit-menit terakhir itu memecah konsentrasinya.
Yah, kelemahan skuad timnas kita, memang pada konsentrasi. Sama, ketika Timas Senior bertandang ke Bukit Jalil. Hanya karena laser, tim Garuda keok dari tim harimau Malaysia.

Dua gol, Turkmenistan di
babak kedua hanya dengan memanfaatkan
tiga peluang. Celakanya, dua dari tiga peluang itu bersarang ke gawang Kurnia Meiga. Gol-gol itupun tercipta mengejutkan, bukan karena dirancang dengan serangan apik, tetapi bola-bola lambung yang
mengandalkan postur tubuh. Kecuali gol kedua dari Vahyt, yang memang karena skill individu pemain berumur 19 tahun ini. Tetapi tetap saja, itu karena umpan lambung.

Timnas kita, mencipta empat peluang dan semua berbahaya, tetapi tak berbuah gol. Peluang itu terancang dengan apik, dari kaki ke kaki dengan skill individu yang
lumayan, seperti harapan Riedl. Sayang, Dewi keberuntungan tidak berpihak pada Titus, Yongki, dan Rishadi yang mendapatkan peluang itu dari assist yang di cipta Okto.

Masihkah kita ingin mencela Timnas? Ataukah kekalahan ini akan kita hubungkan dengan suksesi PSSI. Akh, saya mencoba menghindari dari
mentalitas pencela.
Melihat yang positif saja, membangun harapan.
Harapan adalah Do’a.
Daripada mencaci
kegelapan, lebih baik kita nyalakan lilin harapan.
Harapan yang potensinya tercapai, karena Timnas sementara membangun mentalitas juara. Kualitas pemainnya tidak jelek-jelek amat, kecuali kelemahan di posisi tengah.

“Timnas kita, baik di depan dan juga di belakang. Hanya pemain tengah begitu mudah kehilangan bola”,
Kelihatan memang, bahwa tim lawan begitu sulit menembus kotak penalti, dan juga dibuat repot saat Okto, Titus, dan Yongki, meringsek masuk ke gawang Geldiyev Batyrke.

Janji Asisten pelatih, Wolfgang Pikal bahwa timnya akan berusaha menghindari permainan bola-bola atas saat melawan Turkmenistan,
sepertinya tidak terjadi di babak pertama dan di awal babak kedua.

Kelemahan pemain tengah mengharuskan pemain belakang selalu saja melambungkan bola ke depan. Serangan para winger yang diharapkan bergerak cepat menembus pertahanan kokoh the green man, baru terjadi setelah kebobolan 2 gol.

Pelatih Riedl, sepertinya butuh kapten U23, sekaliber Firman Utina yang lihai membagi bola, dan sesekali menyerang.
Yongki, yang harus diganti di babak kedua belum mampu menyamai kapten timnas senior ini. Di lini depan, sepertinya saya rindu dengan Irfan Bachdim. Keahliannya memainkan bola, sepertinya tepat ditandemkan dengan Okto dan Titus.

Yah, kerinduan saya akan Irfan, sama dengan kegemasan saya, saat Boaz Salossa tidak memperkuat Timnas senior di piala AFF kemarin. Riedl memang tegas, ia patuh dengan regulasi PSSI. Apakah PSSI yang kini seolah Parpol itu patuh dengan aturannya?
Entah, yang pasti pada bulan Maret nanti saat away timnas ke Turkmenistan, akan muncul ketua baru PSSI.
Ketua yang mungkin hanya di ‘baru’kan.
Timnas telah
beregenerasi, seharusnya sang nahkoda PSSI tidak juga keasyikan dengan status quonya.