28 Juni 2010

Sukses Dunia Bukan Ukuran Sukses Akhirat



Tidak selamanya Sukses secara
Duniawi bisa dijadikan untuk ukuran Sukses
kita kelak di Akhirat,
tetapi seharusnya ketika kita telah sukses secara
Duniawi akan dapat dengan mudah menempuh jalan-jalan
kesuksesan hidup kita kelak di Akhirat, tapi
ternyata tidak sedikit orang yang sukses
Dunianya semakin terpuruk kehidupan Akhiratnya, semoga kita
bukan termasuk orang yang demikian.

Ada dua orang laki-laki bersaudara. Mereka sudah yatim piatu sejak
remaja. Keduanya
bekerja pada sebuah pabrik/perusahaan.

Mereka hidup rukun, dan sama-sama tekun
belajar agama. Mereka berusaha mengamalkan
ilmunya dalam
kehidupan sehari-hari
semaksimal mungkin.

Untuk datang ke tempat pengajian, Mereka acap
kali harus berjalan kaki
untuk sampai ke rumah Sang Ustadz. Jaraknya
sekitar 10 km dari rumah peninggalan orangtua mereka.

Suatu ketika sang kakak berdo'a memohon rejeki
untuk membeli sebuah mobil supaya dapat
dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan
adiknya, bila pergi
mengaji. Allah
mengabulkannya,
jabatannya naik dia menjadi kepercayaan
sang direktur. Dan tak lama kemudian sebuah
mobil dapat dia
miliki. Dia mendapatkan
bonus karena omzet perusahaannya naik.

Lalu sang kakak berdo'a memohon seorang istri
yang sempurna, Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sang
kakak bersanding
dengan seorang gadis yang cantik serta baik akhlaknya.

Kemudian berturut-turut
sang Kakak berdo'a memohon kepada Allah akan sebuah rumah yang nyaman, pekerjaan yang layak, dan lain-lain.
Dengan itikad supaya bisa lebih ringan dalam
mendekatkan diri
kepada Allah. Dan Allah selalu mengabulkan
semua do'anya itu.

Sementara itu, sang Adik tidak ada perubahan
sama sekali, hidupnya tetap sederhana, tinggal di rumah peninggalan
orang tuanya yang dulu dia tempati bersama
dengan Kakaknya.
Namun karena kakaknya sangat sibuk dengan
pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti
pengajian, maka sang adik sering kali harus berjalan kaki untuk mengaji kerumah guru
mereka.

Suatu saat sang Kakak merenungkan dan membandingkan
perjalanan hidupnya dengan perjalanan hidup
adiknya.
Dia teringat
bahwa adiknya selalu membaca selembar kertas saat dia berdo'a,
menandakan adiknya tidak pernah hafal
bacaan untuk berdo'a.

Lalu datanglah ia
kepada adiknya untuk menasehati adiknya supaya selalu berdo'a
kepada Allah dan
berupaya untuk
membersihkan hatinya, "Dik, sesungguhnya ketidak mampuan kita menghafal quran, hadits
dan bacaan doa. bisa jadi karena hati kita kurang bersih.."

Sang adik Mengangguk,
hatinya terenyuh dan merasa sangat bersyukur
sekali mempunyai kakak yang begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya
atas nasehat itu.


----

Suatu saat sang adik meninggal dunia, sang
kakak merasa sedih karena sampai meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan
pada nasibnya sehingga dia merasa yakin kalau adiknya itu meninggal
dalam keadaan kotor hatinya sehubungan
do'anya tak pernah terkabul.

Sang kakak kemudian
membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan
amanah adiknya untuk dijadikan sebuah mesjid.

Tiba-tiba matanya
tertuju pada selembar kertas yang terlipat
dalam sajadah yang biasa dipakai oleh adiknya yang berisi tulisan do'a, diantaranya
Al-fatehah, Shalawat, do'a untuk guru mereka, do'a selamat dan ada
kalimah di akhir
do'anya:

"Ya, Allah. tiada
sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu,
Ampunilah aku dan kakak ku, kabulkanlah
segala do'a kakak ku, Jadikan Kakakku selalu
dalam lindungan dan cinta-Mu,
Bersihkanlah hati ku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku
didunia dan akhirat.,"

Sang Kakak berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya. Dia telah salah menilai adiknya. Tak dinyana
ternyata adiknya tak pernah sekalipun berdo'a untuk memenuhi nafsu duniawinya.

Sahabat, kesuksesan yang kita raih harus kita sadari bahwa itu bukan hanya hasil dari jerih
payah dan doa kita sendiri , bisa jadi faktor dari doa orang-orang
terdekat dengan kita yang kita sayangi dan
kita cintai mereka
adalah orang tua kita, istri kita, anak-anak kita,
tetangga-tetangga kita, karyawan-karyawan kita dan juga
orang-orang yang pernah kita tolong.

Kekayaan, kemiskinan,
kebaikan, keburukan
dan setiap musibah yang
menimpa manusia merupakan ujian dari Allah swt. yang diberikan kepada hambanya. Itu bukan ukuran kemuliaan atau
kehinaan seseorang.

Janganlah bangga
karena kekayaan dan janganlah putus asa
karena kemiskinan..

”Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu.” (QS, al-Hujurat
[49]: 13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar